Jumat, 21 November 2008

EKSLUSIVE INTERVIEW [satu]


Sandeq Race Butuh Perhatian Semua Pihak


Pagelaran Sandeq Race tahun 2007 kembali akan digelar 17 Agustus. Namun, pelaksana even yang bertujuan untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya bahari lokal tersebut masih dibelit beberapa persoalan.

Antara lain masih seretnya dukungan anggaran, plus kurangnya perhatian pemerintah daerah. Bagaimana pihak penyelenggara menyikapi hal tersebut? Apa komentar mereka tentang dukungan pemerintah dan sejauhmana even tersebut memberikan kontribusi terhadap apresiasi bahari di Sulawesi?

Lalu, apa target yang akan dicapai dalam even tahun ini? Berikut petikan wawancara eksklusif wartawan Harian Fajar, ABDUL RAHMAN dengan pengurus Forum Lopi sandeq, Horst H Liebner di redaksi Fajar, Rabu 1 Agustus.

Tahun ini Sandeq Race kembali akan digelar. Bagaimana kesiapan pihak penyelenggara?


Sampai saat ini kami telah melakukan berbagai hal menyangkut pagelaran mendatang. Administrasi peserta yang sudah rampung dan beberapa kendala teknis lainnya seperti layar, sudah tidak ada masalah. Sudah kami siapkan, tinggal dipakai saja.

Kenapa mesti panitia yang menyiapkan layarnya?

Karena lomba Sandeq ini tidak memungut biaya pendaftaran. Kami bahkan menyiapkan kompensasi tersendiri kepada peserta sebagai biaya ganti rugi selama tidak melaut karena ikut Sandeq Race ini.

Dari sisi peserta, adakah peningkatan dibanding tahun lalu?

Sejak pertama kali dilombakan tahun 1995 lalu, pesertanya terus meningkat. Kalau tahun lalu pesertanya hanya 48, maka untuk kali ini sudah 53 peserta yang menyatakan kesiapannya bertanding.

Apa yang dapat dilihat dan dirasakan, baik tim penyelenggara maupun masyarakat, dari lomba ini?

Salah satunya adalah Sandeq tidak punah. Seandainya saja lomba ini tidak diadakan, boleh jadi perahu Sandeq sudah lama ditinggalkan. Hal ini bukan hanya saya yang mengatakan, akan tetapi sudah menjadi pendapat umum, baik oleh pengamat di daerah maupun pemilik perahu Sandeq sendiri.

Untuk diketahui, sejak dua tahun terakhir, para nelayan Mandar sudah tidak lagi menggunakan perahu Sandeq. Dan memang, fakta menunjukkan bahwa baik di Sulsel maupun di Sulbar, perahu layar sudah ditinggalkan untuk pelayaran jarak jauh. Pada umumnya nelayan di daerah ini menggunakan atau beralih ke kapal bermesin.

Apa kelebihan atau nilai tersendiri dari Sandeq sehingga Anda begitu antusias menggelar even ini?

Hanya satu, jangan sampai Sandeq hilang di komunitasnya. Perlu diketahui, proses pembelajaran untuk menjadi pelaut yang ulung jauh lebih efektif di atas kapal layar ketimbang kapal bermesin.

Jika Sandeq hilang maka ada bahayanya adalah keterampilan yang didapat dari kapal layar juga akan ikut menghilang. Dengan mempertahankan Sandeq, saya kira proses belajar-mengajar menjadi pelaut ulung akan masih dan terus berlanjut.

Kembali ke rencana lomba, sejauh ini apa saja kendala yang dihadapi penyelenggara?

Di tahap awal, kami sempat mengalami persoalan pada besarnya animo masyarakat yang ingin ikut tapi tidak didukung oleh jumlah perahu. Di awal pendaftaran, itu ada 64 peserta yang mendaftarkan diri. Namun setelah diperiksa kelayakan Sandeq yang akan ikut lomba, ternyata hanya 53 Sandeq saja yang laik.

Ada lagi yang lain?

Kendala utama kami adalah masalah klasik, yaitu soal terbatasnya anggaran. Pada kasus ini, saya melihat satu fenomena kurang bagus di mana pengusaha di Sulawesi ini sangat kurang apresiatif pada kegiatan ini. Bahkan yang sangat ironi, ada bank terkemuka di Sulawesi sini yang dengan bangganya memasang perahu dan foto-foto lomba Sandeq Race dalam kalendernya, tapi ketika tawari untuk menjadi sponsor, mereka malah menolak. Tidak lucu kan?

Lalu, siapa-siapa saja yang mensupport Sandeq Race ini?

Ini yang benar-benar ironi. Justru yang pertama kali bersedia menjadi sponsor kami adalah pihak luar negeri, Australia. Sama seperti tahun lalu. Mereka lebih dahulu merespons kegiatan ini dibanding dengan orang di Indonesia khususnya di Sulawesi ini. Padahal, Sandeq Race ini kan bertujuan mempertahankan tradisi Sulawesi. Saya juga cukup heran, kok orang asing yang harus bekerja supaya tradisi di Sulawesi dapat dipertahankan.

Syukurlah, Sandeq Race ini juga banyak mendapat dukungan dari pejabat-pejabat teras di Sulbar dan Walikota Makassar. Saya kira tanpa dukungan mereka lomba tahun lalu dan tahun ini tidak akan berjalan maksimal. Dan saya rasa, mereka juga mengharapkan agar orang-orang yang berkecimpung di dunia usaha di Sulawesi juga turut berpartisipasi untuk memperlihatkan kecintaannya pada budaya Sulawesi.

Hal lain, adakah penampilan atau kemasan berbeda pada pelaksanaan Sandeq Race kali ini?

Saya kira tetap sama dengan tahun lalu. Setiap peserta akan diberikan bendera merah putih untuk dipasang di perahu masing-masing sebagai tanda dan sikap nasionalisme para peserta. Suatu hal yang sejak Sandeq Race pertama kali digelar tahun 1995 lalu, sudah kami terapkan.

Selain itu, tahun ini juga diberlakukan lomba segi tiga di tiga tempat, yakni di Majene, Polewali, dan SumpangbinangaE dengan tujuan memberi kesempatan kepada peserta untuk melakukan perbaikan atas kerusakan yang dialami pada etape-etape sebelumnya.

Dari sisi sambutan masyarakat, bagaimana?

Sambutan dari masyarakat sangatlah heboh. Mereka mulai mempersiapkan seluruh kelengkapan dalam menyambut peserta lomba.

Harus kami akui bahwa kemauan nelayan Mandar dalam mengikuti lomba ini tidak bisa dikalahkan oleh para peserta lomba formula satu. Mereka begitu antusias. Bahkan anak-anak gadispun mengetahui nama-nama perahu lomba, nama pengemudi lomba dan berapa rangking dari keseluruhan peserta. Itulah indikasi yang dapat dilihat betapa antusiasnya mereka dengan ajang ini.

Kenapa Sandeq Race ini tidak dijadikan saja sebagai kegiatan rutin atau dimasukkan dalam kalender even Pemda Sulsel atau Pemda Sulbar?

Saya sebenarnya mempunyai harapan besar, pada suatu saat nanti pemerintah yang langsung mengadakannya. Tapi kalau mau jujur, kegiatan ini sesungguhnya juga sudah menjadi acara rutin. Masalahnya, ketika penyelenggaraannya diserahkan ke Pemda, rutinitasnya terpotong. Ya, setiap kali pengelolaan diserahkan ke jajaran pemerintah, mereka yang ditugaskan untuk mengelolanya tidak begitu peduli. Mereka kurang inovatif dan cenderung stagnan. Makanya pada tahun 2006 kami diminta oleh Menpora untuk mengambil alih acara ini.

Tadi Anda menyebutkan bahwa peserta kali ini mencapai 53 perahu. Apa itu tidak akan menyulitkan koordinasi di tingkat panitia?

Salah satu kesulitan kami adalah susahnya komunikasi antarpanitia. Dengan 53 perahu, panjang garis startnya akan mencapai 1,5 km. Jelas ini membutuhkan dukungan teknologi komunikasi. Tahun lalu kami pelajari biaya komunikasi amat tinggi sehingga untuk tahun ini kami akan menggunakan alat telekomunikasi berupa Handy Talk (HT) sebanyak mungkin.

Yang lainnya adalah kualitas pencetakan layar. Itu lagi sangat berhubungan dengan adanya sponsor. Kalau sponsor datang tiga hari sebelum lomba dan minta gambar yang rumit, dengan ukuran layar puluhan meter, tentunya akan sulit sekali.

Harapan Anda pada pelaksanaan Sandeq Race kali ini?

Lomba Sandeq Race ini janganlah dianggap atau dijadikan ajang mencari keuntungan. Tapi, jadikanlah sebagai media mempertahankan nilai-nilai kebudayaan yang sangat berharga di Sulawesi ini. Karena itu, Sandeq Race ini butuh perhatian dari semua pihak yang menginginkan budaya nenek moyangnya dapat eksis.

Selain itu, mudah-mudahan dengan tampilnya Pemprov Sulbar sebagai penyelenggara utama lomba Sandeq Race dapat mandiri dan lebih bernilai, baik dari segi organisasi hingga masyarakat umum tahu dan paham tentang budaya ini.(parisabdi@yahoo.co.id)

[makassar, 3 August 2007]

Tidak ada komentar: