Jumat, 21 November 2008
Sebagian Fakultas Sekadar Ganti “Kulit” [2-habis]
ISTILAH penyambutan maba boleh saja berubah nama dari Ospek menjadi PMB. Namun, kemasan di lapangan masih menawarkan produk lama.
****
MATAHARI belum sempurna betul mengintip dari tirai awan timur. Serombongan wajah-wajah lugu terlihat tergesa-gesa menuju ke kampus UNM Parangtambung. Dari aksesoris yang dikenakan, jelas mereka itu mahasiswa baru yang telah resmi menjalani prosesi PMB.
Beraneka ragam aksesoris yang mereka kenakan. Ada yang mengenakan pakaian seragam berwarna ungu kombinasi ikat kepala ungu. Selain itu, ada pula yang mengenakan baju kemeja lengan panjang warna biru. Tas dari karung terigu yang juga berwarna biru.
Untuk maba lelaki, kepala mereka ada yang sudah terlihat plontos. Bagi maba perempuan, diperkenankan mengikat rambutnya dengn pita berbagai warna.
Ritual tahunan penyambutan maba setiap tahunnya memang tidak terlepas dari peragaan pernak-pernik itu. Meski, nama prosesi telah diubah, namun perlakuan dan pelaksanaan tetap menampilkan gaya lama.
Indikasi kekerasan masih kerap terlihat diperagakan. Maba masih dilatih dengan gaya “militer”. Mulai dari jalan jongkok hingga push up. Pantauan Fajar di beberapa fakultas kemarin, beberapa panitia pelaksana saling berebutan aktualisasi di hadapan yuniornya.
Hal lain yang tak pernah absen adalah desas-desus pungutan liar (pungli). Praktik ini bukan lagi barang langka. Padahal, sejak awal pihak birokrat kampus sudah menampiknya.
“PMB di UNM tidak ada kekerasan dan pungutan liar,” kilah Pembantu Rektor III UNM, Prof Dr Hamsu Gani.
Kendati praktik kekerasan masih kerap dipertontonkan, namun dari tahun ke tahun hal tersebut mulai diminimalisir. Beberapa fakultas yang tidak memberikan kewenangan penuh kepada mahasiswa menangani prosesi PMB, telah mampu meredam tindak kekerasan tersebut.
Salah satu contonhya adalah Fakultas Teknik (FT). Untuk kali pertama, pimpinan fakultas eksakta ini memilih menggelar PMB dalam bentuk pesantren mahasiswa di luar kota. Selasa kemarin, sekira 400 mahasiswa baru FT diarak menuju Padang Lampe, di Pangkep, untuk menerima siraman materi berorientasi akademik-religius.
“Kita memberikan pencerahan rohani kepada maba Teknik agar mampu menyatu dengan kondisi kampus nantinya,” ujar Dekan FT, Aminuddin Bakri.
Dari kegiatan ini, Aminuddin berharap konflik yang kerap melibatkan fakultas binaannya pelan tapi pasti dapat dihilangkan. “Ini memang bukan jaminan, tapi saya yakin mampu meminimalisir,” tegasnya.
Pada akhirnya, kerinduan penerimaan maba yang lebih akademik di setiap kampus sangat dirindukan saat ini. Sebab membentuk watak seseorang dengan tindak kekerasan, berpeluang besar melahirkan embrio kekerasan gaya baru di dalam dunia kampus. (*)
[makassar, 29 August 200]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar