Prorevitalisasi Minta Lokalisasi
Berat beranjak dari lokasi "persemayaman". Demikian yang dirasakan para lelaki yang merasa bisa berubah wujud jadi perempuan ini.
****
BUNDA Lin tampak sedikit lelah. Rambut lurusnya terlihat tidak beraturan tertiup angin malam. Sorotan lampu jalan yang menembus celah daun membuat raut muka "wanita" ini tampak putih bersinar.
Gayanya yang kemayu dapat memancing dugaan awal. Sesaat, sosoknya mampu mengecoh siapa saja yang melihatnya. Dari style dan pembawaannya, Bunda Lin telah sempurna menjadi "wanita" idaman. Sangat feminis.
Bunda Lin yang berusia 36 tahun itu sangat komunikatif. Dengan sikapnya yang ramah ia menyapa semua anak buahnya yang telah lebih dahulu tiba. Tanpa terkecuali kepada penulis.
Sesekali Bunda Lin mencoba menyentuh beberapa bagian sensitif tubuh penulis. Ia begitu "agresif". Tak lupa ia mengulurkan tangannya mengajak berkenalan. Tentu dibarengi dengan gaya adegan "panas" yang gemulai.
Suasana cair memulai perjumpaan penulis dengan Bunda Lin. Ia bercerita, lebih suka menggeluti kehidupan malamnya itu. Toh, ia dapat mengumpulkan uang banyak dengan aktivitasnya.
Kendati itu, Bunda Lin punya profesi lain. Sebagai penyanyi panggilan. "Saya ini entertainer lepas. Di mana-mana saya dipanggil manggung,'' tuturnya halus.
Berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK), Bunda Lin tidak merasa risih. Bukannya tidak ada profesi lain. Namun, akunya, hal itu telah menjadi bagian dari kehidupannya.
Ia mencontohkan Yolanda dan beberapa rekannya yang lain. Menurut Bunda Lin, anak buahnya masing-masing mempunyai keahlian tersendiri. Ia mencontohkan, beberapa di antara mereka membuka jasa layanan salon dan menjahit.
Awalnya, Bunda Lin enggan berkomentar tentang revitalisasi Lapangan Karebosi. Ia lebih memilih penulis membicarakan tentang kehidupan waria. "Kalau mau dalami kehidupan waria Anda harus rasakan dulu pelayanannya," tuturnya menawarkan pada penulis.
Namun, setelah didesak, ia akhirnya buka mulut. "Kami sebenarnya berat untuk mendukung. Tapi, mau apa lagi. Kami hanya menurut saja keinginan pemerintah kota," ujarnya sambil memainkan tombol handphone (HP) yang menggantung di lehernya.
Meski ia mengaku rencana itu merugikan komunitas waria. Namun dirinya meyakini pembangunan tersebut bakal menguntungkan semua pihak, termasuk mereka. "Sebagai warga kota yang baik, revitalisasi itu tidak usah kami tolak," tukasnya.
Alasannya, dengan revitalisasi tersebut Karebosi akan semakin indah dan bakal didatangi banyak orang. Otomatis para waria berpeluang besar menggaet pelanggan yang banyak. Banyaknya pelanggan membuat mereka dapat meraup untung melimpah.
Bunda Lin sedikit menggeser tempat duduknya. HP di tangannya terus dimainkan. Sesekali mulutnya melantunkan nyanyian singkat. Tiap liriknya diikuti goyangan dari beberapa anak buahnya. Salah satu lagu yang dibawakan malam itu adalah Kucing Garong. Katanya, lagu tersebut tak pernah absen dilantunkan setiap kali konser.
"Yang pasti kami juga meminta agar pemerintah juga pro dengan kami. Setidaknya mereka membuatkan lokalisasi untuk persinggahan tetap,'' pinta Bunda Lin.
Lokalisasi itu, menurutnya, turut membantu penataan Karebosi yang lebih baik. Pasalnya, mereka mengaku tidak akan berkeliaran di mana-mana jika telah disiapkan tempat. "Mengapa banyak rekan kami yang keluar, karena tidak ada basecamp buat kami," terangnya.
Tak terasa perbincangan dengan Bunda Lin telah berlangsung lama. Malah menurutnya, penulis telah menyita waktunya sehingga beberapa pelanggannya lepas begitu saja.
Dengan bahasa yang halus ia berusaha mengakhir perbincangan itu. "Besok malam kita ketamu lagi di tempat ini yah..!," ucapnya sambil berlalu menemui rekan-rekannya yang lain. Tidak lupa ia berikan nomor HP-nya pada penulis. (*)
[makassar, 24 October 2007]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar