Dua Hari Terapung Tanpa Makan
KAPAL nelayan yang tenggelam di selat Makassar menyisahkan banyak cerita. Mulai dari mereka dibius hingga terapung-apung bersama rakit tanpa makan dan minum selama dua hari tiga malam di atas laut.
****
RAUT wajahnya terlihat lelah. Tubuhnya yang kekar masih cukup lemas. Kulit mukanya merah kehitam-hitaman habis dibakar matahari. Tangan dan kakinya, terlihat terkelupas.
Begitulah kondisi Syamsuddin, 31 tahun, satu dari enam penumpang yang kapal tenggalam yang berhasil diselamatkan KM Ciremai, milik PT Pelni yang dirawat di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Makassar, Jumat 13 Juli di Pulau Dewakang Bau, tepat di posisi 05-22-059 LS/118-14,791-BT.
Kondisi serupa juga dialami
lima orang korban kapal tenggelam lainnya. Mereka masing-masing, Dg Rurung, 40, Dg Lallo (ABK), 70, Mansyur, 46, Henny, 13, dan Dg Bella, 33.
Di klinik Pelabuhan Soekarno Hatta itu, mereka dibaringkan sambil diberikan susu dan bubur.
Syamsuddin terlihat lahap memakan makanan yang diberikan pihak klinik. Maklum, lebih dua hari mereka bertahan tanpa makan dan minum di tengah selat Makassar.
"Kita tenggelam sekitar pukul 10.30 Rabu malam (22.30 Wita, Red), sejak saat itu kita terapung dan tidak makan apa-apa," kenang Syamsuddin, lelaki rambut panjang ini kepada Fajar.
Seperti diberitakan, Syamsuddin bersama 30-an penumpang lainnya tenggelam saat menumpangi sebuah kapal nelayan yang berangkat dari Pulau Kalukuang, Kabupaten Pangkep sejak Rabu 10 Juli pukul 08.00 Wita pagi. Mereka baru dievakuasi KM Ciremai sekitar pukul 10.30 Wita, Jumat 13 Juli.
Bagaimana cara ayah dua anak yang tinggal di Moncobalang, Gowa ini bersama penumpang lain berusaha bertahan hidup? Syamsuddin menceritakan, Rabu malam sekitar pukul 22.15 Wita gelombang dengan ketinggian sekitar enam meter, menghantam kapal pencari ikan yang ditumpangi.
Mungkin, kapasitas penumpang yang berlebihan, kapal tersebut tidak mampu bertahan dan terbalik. Semua penumpang dalam kondisi panik, ikut bersama kapal tersebut masuk ke dalam air. "Saat itu ada penumpang yang mencari jeriken ada juga yang mencari papan untuk terapung," tambah Syamsuddin.
Lelaki kelahiran 1976 ini mengaku, saat itu dia tidak memikirkan untuk menyelamatkan barang bawaannya. Matanya langsung tertuju pada sebuah rakit bambu yang berukuran sekitar 2 meter persegi.
Tanpa menunggu lama, dia pun meraih rakit tersebut. Di tengah terjangan ombak yang tidak berhenti, dia melihat dua orang wanita dewasa dan seorang anak-anak. "Saya berusaha untuk tolong mereka yang berenang. Tapi saat itu, saya hanya berhasil menolong yang anak-anak. Yang perempuan duanya saya tidak tahu, mungkin sudah meninggal," tambahnya.
Sekadar diketahui, perempuan remaja berumur 13 tahun yang ditolong Syamsuddin diketahui bernama Henny. Dia juga salah satu penumpang kapal nahas yang berhasil diselamatkan KM Ciremai. Kondisinya cukup parah, sehingga dirawat khusus di RS Bhayangkara.
Syamsuddin mengaku, setelah berhasil menolong Henny, dia pun kembali ke rakit bersama empat penumpang kapal lainnya. Saat itu, mereka mulai terapung-apung tanpa tujuan. "Waktu rakit menjauh dari lokasi kapal tenggelam, masih ada penumpang yang melambai tangan, tapi jauh," kenangnya.
Di atas rakit, mereka terapung tanpa makanan dan minuman apapun. Bahkan, beberapa penumpang yang bertahan di atas rakit, tidak menggunakan baju, sehingga kulitnya dibakar matahari.
"Ini kuasanya Allah. Kita bisa selamat tanpa makan dan minum pak," tambah Mansyur, salah satu penumpang kapal nahas selamat yang ditemui Fajar di Kantor Kesehatan Pelabuhan. Kondisi Mansyur juga cukup lemas. Kata-kata yang disampaikan masih terbata-bata.
Syamsuddin dan Mansyur menceritakan, hingga siang hari, ketika terapung hingga Kamis siang, kondisi mereka sudah sangat lemas dan tertidur di atas rakit bambu, karena lapar dan haus. "Ada ABK (Anak Buah Kapal) yang suntik ki pakai obat di atas rakit. Anak perempuan itu sekitar empat kali disuntik, karena lemas sekali. Saya cuma satu kali," ungkap Mansyur.
Di atas rakit tersebut, kata Syamsuddin, yang dia ingat hanya kedua anaknya yang sudah ditinggalkan selama sebulan terakhir ini. Untungnya, diantara kecemasan mereka, kata Syamsuddin, tiba-tiba KM Ciremai melintas dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rakit mereka. Syamsuddin yang menggunakan baju, langsung menggunakan untuk melambai ke arah meminta pertolongan.
Beruntung. Lambaian baju itu dilihat KM Ciremai, dan memperlambat laju kapal. "Waktu kapal berhenti, kami langsung bersyukur," tambah Syamsuddin yang berprofesi sebagai nelayan ini.
Di KM Ciremai, mereka kemudian diberi pertolongan dan diberikan baju untuk digunakan.
Sekadar diketahui, dari 30-an penumpang yang terdapat, hanya enam yang berhasil diselamatkan. Sementara 24 penumpang plus ABK kapal belum jelas nasibnya. (*)
[makassar, 15 July 2007]
Sabtu, 22 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar